LAPORAN PRAKTIKUM
KOMUNIKASI KIMIA CACING TANAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tingkah Laku Hewan
yang dibina oleh Ibu Susilowati dan Ibu Sofia Eri rahayu
Oleh kelompok 2:
Maulana Safril Yusuf (308342410460)
Ditya Nindya Wati (308342410449)
Lulut Dwi N (308342417613)
Dian Ratri W (408342417760)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September, 2010
A. Judul: Komunikasi Kimia Hewan Tanah
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui respon cacing tanah terhadap larutan garam dapur dengan berbagai konsentrasi.
2. Mengamati respon cacing tanah sejenis dan cacing tanah yang berbeda jenisnya.
C. Dasar Teori
Cacing tanah adalah nama yang umum digunakan untuk kelompok Oligochaeta, yang kelas dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filum Annelida (Anonim a, 2010). Cacing tanah. 20-9-10. Ciri-cirinya bentuk tubuh panjang silindris, bersegmen-segmen, simetri bilateral, bernafas dengan kulit, dan bersifat hemaphrodit. Permukaan tubuh cacing tanah berwarna merah sampai biru kehijauan. Bentuk tubuh panjang silindris, dengan 2/3 bagian posteriornya sedikit memipih kearah dorsoventral. Permukaan bagian bawah berwarna lebih pucat, umumnya berwarna merah jambu dan kadang-kadang putih mulut terdapat di ujung anterior yang bukan merupakan segmen yang sebenarnya, anus terletak pada segmen terakhir (Kastawi, 2003).
Terdapat 3 tipe organ sensorik pada caing tanah yaitu reseptor epidermal, reseptor pada rongga mulut (buccal), dan reseptor cahaya (Susilowati dan Rahayu, 2007). Reseptor epidermal dan reseptor buccal merupakan organ yang merespon stimulus kimiawi. Reseptor epidermal terdistribusi pada bagian epidermis, terutama pada sisi lateral dan pemukaan ventral tubuh. Sedangkan reseptor buccal terletak dirongga mulut, organ ini berfungsi untuk merespon stimulus kimia yang berasal dari makanan (Koptal, dkk., dalam Susilowati dan Rahayu, 2007).
Cacing tanah menghasilkan cairan mukus yang dihasilkan oleh kelenjar mucus epidermal. Cairan mucus memiliki banyak fungsi, fungsi yang utama yaitu untuk menjaga kelembaban tubuh. Pertukaran gas O2 dan CO2 pada cacing tanah terjadi melalui difusi pada permukaan tubuhnya, kondisi permukaan tubuh yang lembab membantu cacing tanah untuk lebih mudah mengikat oksigen dari lingkungan dan berdifusi masuk ke dalam tubuh, sedangkan karbondioksida diikat untuk dikeluarkan dari tubuh. Selain itu, cairan mucus juga berfungsi untuk membantu pergerakan cacing tanah. Karena kondisi tanah yang lembab dan licin menyebabkan cacing tanah lebih mudah untuk bergerak dan mendeteksi keadaan sekitar, misalnya kondisi pH lingkungan. Cairan mucus pada cacing tanah juga berfungsi sebagai sarana komunikasi cacing tanah, misalnya digunakan untuk menunjukkan suatu tempat dan berperan ketika cacing tanah mencari pasangan untuk melakukan proses reproduksi (Riyanto, 2005). Lendir (mucus) ini terus diproduksi untuk melapisi seluruh tubuhnya, supaya lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, sehingga leluasa bergerak didalam lubang (Agustinus, 2009).
Selom adalah rongga yang berisi cairan yang terbentuk di dalam mesoderm. Selom terbentuk pada fase triploblas tetapi akan hilang setelah beberapa fase berikutnya. Hilangnya selom berkaitan erat dengan penurunan besaran badan. Selom hanya terdapat pada fase triploblas binatang, walaupun kadangkala istilah selom juga digunakan untuk merujuk kepada pembentukan saluran pencernaan (Anonim b. 2010).
Alat komunikasi lain dari cacing tanah adalah cairan selom yang dihasilkan oleh korpuskula selom. Cairan selom bersifat alkaline, tidak berwarna, mengandung air, garam, dan beberapa protein (Koptal, dkk., 1980 dalam Susilowati dan Rahayu, 2007: 1). Diduga cairan selom ini dihasilkan oleh sel kloragogen yang berfungsi mengekskresikan produk dari cairan selom. Senyawa kimia ini berfungsi sebagai alat komunikasi dan dapat bertahan aktif pada suatu tempat dalam waktu yang lama. Selain itu, sifat dari senyawa tersebut sangat spesifik dan karena setiap cacing memiliki kemoreseptor yang sangat sensitif, maka senyawa tersebut dapat dideteksi oleh cacing tanah jenis lain dengan mudah (Price, 1975 dalam Susilowati dan Rahayu, 2007).
D. Alat dan Bahan
Bahan pada kegiatan praktikum adalah cacing tanah dewasa terdiri dari 2 jenis (spesies) yang berbeda yaitu yang berwarna merah dan berwarna hitam, larutan garam dapur 5% dan 10%, cairan mukus, cairan selom, isolasi, kertas tisue, dan kertas karton. Alat yang dibutuhkan meliputi papan bedah, gunting, baterai, kabel, pipet tetes pendek, dan beaker glas 50 ml.
E. Prosedur Kerja
1. Respon cacing tanah terhadap larutan garam dapur
a. Memotong kertas tisue memanjang dengan lebar 2 cm. Meletakkan kertas tersebut di atas kertas karton pada papan bedah sehingga membentuk bujur sangkar dengan panjang tiap sisi 25 cm.
b. Menetesi kertas tisue tadi dengan larutan garam dapur 5% sampai basah.
c. Meletakkan cacing tanah di dalam bujur sangkar tadi. Mendekatkan bagian anterior cacing pada kertas tisue.
d. Mengamati respon cacing terhadap kertas tisue. Mengulangi perlakuan tersebut dengan menggunakan 9 ekor cacing yang lain. mengulangi langkah a sampai dengan d dilakukan terhadap kedua jenis cacing tanah.
e. Mengulangi langkah a sampai dengan e dengan menggunakan larutan garam dapur 10%.
2. Respon cacing tanah terhadap cairan mukus
a. Meletakkan seekor cacing tanah di dalam kertas karton yang dibentuk seperti mangkuk. membiarkan cacing bergerak bebas, sehingga cairan mukusnya tertinggal pada permukaan kertas karton.
b. Memotonglah kertas karton yang terkena cairan mukus tersebut.
c. Meletakkan potongan kertas tadi di depan seekor cacing yang sedang bergerak di atas kertas karton. Memotongan kertas harus menempel rapat pada kertas landasan.
d. Mengamati respon yang diberikan oleh cacing tersebut.
e. Mengulangi langkah c dan d dengan menggunakan 9 ekor cacing yang lain dari jenis yang sama.
f. Mengulangi langkah c dan d untuk cacing yang berbeda jenisnya dari cacing penghasil mukus.
3. Respon cacing tanah terhadap cairan selom
a. Meletakan seekor cacing tanah di atas kertas karton. memberi kejutan listrik dengan menggunakan baterai, sehingga cacing mengeluarkan cairan selom yang berwarna putih sampai putih kekuningan dari bagian dorsal tubuhnya. Cacing ini untuk selanjutnya tidak boleh digunakan untuk pengamatan.
b. memotonglah kertas bercairan tadi
c. Meletakkan potongan kertas tersebut di depan seekor cacing yang sedang bergerak di atas kertas karton.
d. Mengamati respon cacing terhadap cairan selom.
e. Mengulangi langkah c dan d dengan menggunakan 9 ekor cacing yang lain dari jenis yang sama.
f. Mengulangi langkah c dan d untuk cacing yang berbeda jenisnya dari cacing penghasil cairan selom.
F. Data Hasil Pengamatan
1. Respon Cacing Terhadap Larutan Garam Dapur
Cacing ke- 5% 10%
Cacing hitam Cacing merah Cacing hitam Cacing merah
1 - + - -
2 + + - -
3 + + - -
4 - - - -
5 + + - -
6 + - - -
7 + + - -
8 - - - -
9 + + - -
10 - + - -
2. Respon Cacing Tanah Terhadap Cairan Mukus
Cacing ke- Mukus Cacing Hitam ke Cacing Merah Mukus Cacing Hitam ke Cacing Hitam
1 + +
2 - +
3 + -
4 - +
5 + +
Cacing ke- Mukus Cacing Merah ke Cacing Merah Mukus Cacing Merah ke Cacing Hitam
6 + +
7 + -
8 + +
9 + -
10 - +
3. Respon Cacing Tanah Terhadap Cairan Celom
Cacing ke- Celom Cacing Merah ke Cacing Hitam Celom Cacing Hitam ke Cacing Hitam
1 - +
2 - -
3 - +
4 + +
5 - +
Cacing ke- Celom Cacing Merah ke Cacing Merah Celom Cacing Hitam ke Cacing Merah
6 + -
7 + +
8 - -
9 + +
10 + -
Positif : cacing bergerak terus melintasi stimulus
Negatif: cacing berbalik menjauhi stimulus.
G. Analisis Data
Analisis dengan uji chi square
1. Respon cacing tanah terhadap larutan garam dapur
H0 : larutan garam dapur tidak ada hubungan dengan respon cacing tanah (cacing merah)
Cacing Hitam
5% Cacing Hitam
10% Cacing Merah 5% Cacing Merah
10% Jumlah
Positif 6 0 7 0 13 (I)
Negatif 4 10 3 10 27(II)
Jumlah 10 (A) 10 (B) 10 (C) 10 (D) 40
f0 fh f0 - fh (f0 - fh)2 (f0 - fh)2/ fh
Positif cacing hitam5% 6 3,25 2,75 7,5625 2,327
Positif cacing hitam 10% 0 3,25 -3,25 10,5625 3,25
Negatif cacing hitam 5% 4 6,75 2,75 7,5625 2,327
Negatif cacing hitam 10% 10 6,75 3,25 10,5625 3,25
Positif cacing merah 5% 7 3,25 3,75 14,0625 4,327
Positif cacing merah 10% 0 3,25 -3,25 10,5625 3,25
Negatif cacing merah 5% 3 6,75 3,75 14,0625 2,0833
Negatif cacing merah 10% 10 6,75 3,25 10,5625 1,5648
∑ = 22,3791
χ 2 hitung (22,3791) > χ2 tabel 5% (3,841)
H0 ditolak, berarti ada hubungan signifikan antara larutan garam dapur dengan respon cacing tanah (cacing merah).
2. Respon cacing tanah terhadap cairan mukus
H0 : cairan mukus tidak ada hubungan dengan respon cacing tanah
Cacing Hitam
&
Mukus Cacing Hitam Cacing Hitam
&
Mukus Cacing Merah Cacing Merah & Mukus Cacing Hitam Cacing Merah
&
Mukus Cacing Merah Jumlah
Positif 4 1 2 4 11 (I)
Negatif 1 4 3 1 9 (II)
Jumlah 5(A) 5 (B) 5(C) 5 (D) 20
f0 fh f0 - fh (f0 - fh)2 (f0 - fh)2/ fh
(A)(I) 4 2,75 1,25 1,5625 0,568
(B)(I) 1 2,75 -1,75 1,0625 1,1136
(C)(I) 2 2,75 0,75 0,5625 0,2045
(D)(I) 4 2,75 1,25 1,5625 0,568
(A)(II) 1 2,25 -1,25 1,5625 0,694
(B)(II) 4 2,25 1,75 1,0625 0,472
(C)(II) 3 2,25 0,75 0,5625 0,25
(D)(II) 1 2,25 -1,25 1,5625 0,694
∑ = 4,5641
χ 2 hitung (4,5641) < χ2 tabel 5% (7,815)
H0 diterima, berarti tidak ada hubungan signifikan antara cairan mukus dengan respon cacing tanah.
3. Respon cacing tanah terhadap cairan celom
H0 : cairan celom tidak ada hubungan dengan respon cacing tanah
Cacing Hitam
&
Cairan Celom Cacing Hitam Cacing Hitam
&
Cairan Celom Cacing Merah Cacing Merah & Cairan Celom Cacing Hitam Cacing Merah
&
Cairan Celom Cacing Merah Jumlah
Positif 4 3 3 4 14 (I)
Negatif 1 2 2 1 6 (II)
Jumlah 5 (A) 5 (B) 5(C) 5 (D) 20
f0 fh f0 - fh (f0 - fh)2 (f0 - fh)2/ fh
(A)(I) 4 3,5 0,5 0,25 0,0714
(B)(I) 3 3,5 -0,5 0,25 0,0714
(C)(I) 3 3,5 -0,5 0,25 0,0714
(D)(I) 4 3,5 0,5 0,25 0,0714
(A)(II) 1 1,5 -0,5 0,25 0,1666
(B)(II) 2 1,5 0,5 0,25 0,1666
(C)(II) 2 1,5 0,5 0,25 0,1666
(D)(II) 1 1,5 -0,5 0,25 0,1666
∑ = 0,952
χ 2 hitung (0,952) < χ2 tabel 5% (7,815)
H0 ditolak, berarti tidak ada hubungan signifikan antara cairan selom dengan respon cacing tanah.
Analisis dengan persentase
Pada perlakuan dengan menggunakan larutan garam 5%, enam cacing tanah hitam memberikan respon yang positif yaitu mampu melewati tissue yang dibasahi oleh larutan garam 5% sedangkan cacing tanah merah ada tujuh cacing. Akan tetapi pada perlakuan dengan menggunakan larutan garam 10% tidak ada satupun baik cacing tanah hitam maupun merah yang melewati tissue yang dibasahi oleh larutan garam 10%.
Larutan garam 5% (cacing tanah hitam, yang mampu lewat)
Larutan garam 5% (cacing tanah merah, yang mampu lewat)
Larutan garam 10% (cacing tanah merah dan hitam, yang mampu lewai)
Pada perlakuan dengan menggunakan cairan mukus, cacing tanah merah mampu melewati mukus cacing tanah hitam maupun mukus cacing tanah merah. Demikian halnya dengan cacing tanah hitam juga mampu melewati mukus cacing tanah hitam maupun mukus cacing tanah merah.
Mukus cacing tanah hitam dan merah terhadap cacing tanah merah (yang mampu lewat)
Mukus cacing tanah hitam dan merah terhadap cacing tanah hitam (yang mampu lewat)
Pada perlakuan dengan menggunakan cairan selom, cacing tanah merah mampu melewati cairan selom cacing tanah merah, tetapi tidak mampu melewati cairan selom cacing tanah hitam. Demikian halnya dengan cacing tanah hitam juga mampu melewati cairan selom cacing tanah hitam, tetapi tidak mampu melewati cairan selom cacing tanah merah.
Cairan selom cacing tanah merah terhadap cacing tanah hitam (yang mampu lewat)
Cairan selom cacing tanah merah terhadap cacing tanah merah (yang mampu lewat)
Cairan selom cacing tanah hitam terhadap cacing tanah merah (yang mampu lewat)
Cairan selom cacing tanah hitam terhadap cacing tanah hitam (yang mampu lewat)
H. Pembahasan
1. Respon cacing tanah terhadap larutan garam dapur 5% dan 10%
Berdasarkan data hasil pengamatan, pada larutan garam 5% sebagian cacing tanah dari kedua spesies (cacing merah dan cacing hitam) memberikan respon positif dan sebagian lagi tidak, untuk cacing hitam enam cacing yang melewati garam 5% sedangkan cacing merah tujuh cacing yang melewati garam 5%. Pada larutan 10% semua spesies cacing tanah memberikan respon negative (cacing tanah tidak melewati kertas tissue yang dibasahi dengan larutan garam 10%).
Stimulus berupa larutan garam diterima oleh organ sensorik cacing tanah melalui reseptor epidermal yang terletak pada sisi ventral maupun sisi lateral tubuh cacing. Reseptor epidermal tersebut merupakan bagian dari system saraf tepi dan stimulus yang diterima oleh reseptor epidermal akan diteruskan ke seluruh bagian tubuh. Jadi, jika ada stimulus yang mengenai bagian tertentu dari cacing tanah, maka respon akan dilakukan oleh semua bagian tubuh.
Pada larutan garam dengan konsentrasi 5%, rata-rata cacing memberikan respon yang positif, yaitu terus bergerak melewati stimulus. Hal ini menandakan bahwa pada konsentrasi 5% larutan garam, tidak mempengaruhi kondisi tubuh cacing tanah, sehingga tidak terjadi respon kimiawi di dalam tubuh cacing yang dapat memicu timbulnya mekanisme homeostatis. Berbeda dengan respon yang terjadi pada larutan garam dengan konsentrasi 10%, cacing tanah memberikan respon. Hal ini terjadi karena cairan di luar tubuh cacing lebih pekat dari pada cairan intrasel cacing sehingga, dapat mengakibatkan cairan intrasel berdifusi keluar tubuh. Oleh karena itu, ketika reseptor epidermal menangkap stimulus tersebut, maka langsung terjadi respon kimiawi negative dari seluruh bagian tubuh cacing. Jadi, dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan garam, maka semakin kecil juga kemungkinan cacing tanah untuk memberikan respon.
Berdasarkan analisis data, pada larutan garam dengan konsentrasi 5%, baik cacing tanah merah maupun cacing tanah hitam memberikan respon yang positif dan mampu melewati kertas tissue yang dibasahi dengan larutan garam tersebut. Sedangkan pada larutan garam konsentrasi 10%, cacing tanah merah maupun hitam memberikan respon negative dan tidak mampu melewati kertas tissue yang dibasahi dengan larutan garam konsentrasi 10%. Hal ini membuktikan bahwa komunikasi kimiawi cacing tanah terhadap larutan garam bergantung pada tingkat konsentrasi dari larutan garam. Hal ini sudah di buktikan dengan alnalisis uji chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara respon cacing tanah terhadap cairan garam 55 dan 10%.
2. Respon cacing tanah terhadap cairan mucus
Berdasarkan data hasil pengamatan respon cacing terhadap cairan mucus, diketahui bahwa kedua jenis cacing tanah (cacing merah dan cacing hitam) rata-rata memberikan respon yang positif terhadap cairan mucus cacing kedua spesies.
Cairan mukus pada cacing tanah dihasilkan oleh kelenjar mucus epidermal yang berfungsi untuk menjaga kelembaban tubuh. Pertukaran gas O2 dan CO2 didalam tubuh cacing tanah terjadi melalui difusi pada permukaan tubuhnya, kondisi permukaan tubuh yang lembab membantu cacing tanah untuk lebih mudah mengikat oksigen dari lingkungan dan berdifusi masuk ke dalam tubuh, sedangkan karbondioksida diikat untuk dikeluarkan dari tubuh. Selain itu, cairan mucus juga berfungsi untuk membantu pergerakan cacing tanah. Karena kondisi tanah yang lembab dan licin menyebabkan cacing tanah lebih mudah untuk bergerak dan mendeteksi keadaan sekitar, misalnya kondisi pH lingkungan. Cairan mucus pada cacing tanah juga berfungsi sebagai sarana komunikasi cacing tanah, misalnya digunakan untuk menunjukkan suatu tempat dan berperan ketika cacing tanah mencari pasangan untuk melakukan proses reproduksi.
Cairan mucus yang dikeluarkan oleh cacing tanah memiliki sifat yang spesifik. Namun, karena setiap cacing memiliki kemoreseptor yang sangat sensitive, maka senyawa yang dihasilkan oleh cacing lain dapat dideteksi dengan mudah. Sehingga, cacing yang sama spesies maupun yang berbeda spesies dapat mengikuti arah pergerakan yang ditandai dengan cairan mucus. Akan tetapi, pada saat cacing tanah mencari pasangan untuk reproduksi, cairan mucus yang dikeluarkan memiliki komposisi senyawa kimia yang lebih spesifik dan berbeda dengan komposisi cairan mucus sebagai penanda suatu tempat, sehingga hanya cacing tanah sejenis yang akan tertarik dan mengikutinya.
Berdasarkan analisis data, membuktikan bahwa pada kedua jenis cacing tanah merah maupun cacing tanah hitam memberikan respon yang positif. Jadi, respon kimiawi melalui cairan mucus juga terjadi antar spesies cacing tanah. Akan tetapi denga analisi ujis chi square tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya ulangan pada praktikum ini dan atau kurang teliti saat praktikum.
3. Respon cacing tanah terhadap cairan selom
Berdasarkan data pengamatan, cacing tanah merah memberikan respon yang positif terhadap cairan selom cacing merah, sedangkan cacing hitam memberikan respon yang negative terhadap cairan selom cacing merah. Demikian sebaliknya cacing tanah hitam memberikan respon yang positif terhadap cairan selom cacing hitam, sedangkan cacing merah memberikan respon yang negative terhadap cairan selom cacing hitam.
Cairan selom dihasilkan korpuskula selom yang didistribusikan oleh sel-sel Kloragogen. Cairan selom ini bersifat alkali, tidak berwarna mengandung air, garam dan beberapa protein. Sifat alkali yang terdapat pada cairan selom ini berfungsi sebagai racun yang berfungsi untuk perlindungan diri cacing tanah ketika merasa terancam. Sehingga, cairan selom dikeluarkan hanya pada saat cacing tanah merasa terancam atau ada gangguan yang mengenai permukaan tubuh cacing, misalnya pada perlakuan dengan kejutan listrik. Kejutan listrik yang diberikan tersebut merupakan stimulus yang kemudian ditangkap oleh reseptor epidermal sebagai suatu bentuk ancaman, sehingga sel Kloragogen dengan cepat mendistribusikan cairan selom untuk melindungi permukaan tubuh. Ketika cairan selom dikeluarkan dari tubuh cacing tanah, cairan ini berfungsi sebagai penanda adanya bahaya. Cairan ini dapat bertahan aktif pada suatu tempat dalam waktu yang lama, sehingga semua jenis cacing dapat mendeteksi adanya bahaya dari senyawa aktif tersebut karena memiliki kemoreseptor yang sangat sensitive di seluruh permukaan tubuh.
Jadi, seharusnya dari percobaan dengan cairan selom ini, semua jenis cacing tanah baik cacing tanah merah maupun cacing tanah hitam memberikan respon yang negative terhadap cairan selom. Kemungkinan pada pengamatan yang dilakukan oleh praktikan terjadi kesalahan disebabkan kurangnya waktu untuk mengistirahatkan cacing tanah setelah diberi perlakuan, sehingga system saraf pada cacing tanah mengalami kelelahan yang berakibat pada system saraf tidak mampu lagi memberikan atau merespon stimulus yang mengenai reseptor. Hal ini sesuai dengan analisis uji chi square yang menunjukkan bahwa hipotesis H0 ditolak. Sehingga tidak ada hubungan antara respon cacing terhadap cairan celom.
Berdasarkan analisis data presentase, cacing tanah merah menunjukkan respon yang positif, jadi tidak terjadi komunikasi kimiawi pada cacing tanah merah jika terdapat cairan selom disekitar mereka. Sedangkan pada cacing tanah hitam, menunjukkan respon yang negative, jadi terjadi interaksi kimiawi terhadap cairan selom yang ada disekitarnya (untuk cairan selom cacing merah). Sedangkan cacing tanah hitam menunjukkan respon yang positif, jadi tidak terjadi komunikasi kimiawi pada cacing tanah hitam jika terdapat cairan selom disekitar mereka. Sedangkan pada cacing tanah merah, menunjukkan respon yang negative, jadi terjadi interaksi kimiawi terhadap cairan selom yang ada disekitarnya (untuk cairan selom cacing hitam)
I. Kesimpulan
Pada larutan garam 5% sebagian cacing tanah dari kedua spesies (cacing merah dan cacing hitam) memberikan respon positif. Pada larutan 10% semua spesies cacing tanah memberikan respon negative. Respon cacing menggunakan cairan mukus semua spesies cacing memberikan respon positif sedangkan cairan selom respon semua cacing negatif.
J. Diskusi
1. Bagaimana respon cacing terhadap larutan garam dapur 5% dan 10%. Uraikan jawaban saudara tersebut?
Jawab: pada larutan garam 5% sebagian cacing tanah dari kedua spesies (cacing merah dan cacing hitam) memberikan respon positif. Hal ini menandakan bahwa pada konsentrasi 5% larutan garam, tidak mempengaruhi kondisi tubuh cacing tanah, sehingga tidak terjadi respon kimiawi di dalam tubuh cacing yang dapat memicu timbulnya mekanisme homeostatis. Pada larutan 10% semua spesies cacing tanah memberikan respon negative. Hal ini terjadi karena cairan di luar tubuh cacing lebih pekat dari pada cairan intrasel cacing sehingga, dapat mengakibatkan cairan intrasel berdifusi keluar tubuh.
2. Apakah cairan mukus mengandung pesan tertentu bagi cacing tanah?
Jawab: cairan mucus pada cacing tanah juga berfungsi sebagai sarana komunikasi cacing tanah, misalnya digunakan untuk menunjukkan suatu tempat dan berperan ketika cacing tanah mencari pasangan untuk melakukan proses reproduksi.
3. Apakah respon cacing terhadap mukus berbeda dengan responnya terhadap selom? Mengapa demikian?
Jawab: ya, karena cairan mucus yang dikeluarkan oleh cacing tanah memiliki sifat yang spesifik, maka senyawa yang dihasilkan oleh cacing lain dapat dideteksi dengan mudah. Sehingga, cacing yang sama spesies maupun yang berbeda spesies dapat mengikuti arah pergerakan yang ditandai dengan cairan mucus (respon positif). Sedangkan cairan selom ini berfungsi sebagai racun yang berfungsi untuk perlindungan diri cacing tanah ketika merasa terancam. Sehingga, cairan selom dikeluarkan hanya pada saat cacing tanah merasa terancam atau ada gangguan yang mengenai permukaan tubuh cacing (respon negatif).
4. Pesan apakah yang disampaikan melalui cairan selom?
Jawab: cairan selom ini berfungsi sebagai racun yang berfungsi untuk perlindungan diri cacing tanah. Ketika cairan selom dikeluarkan dari tubuh cacing tanah, cairan ini berfungsi sebagai penanda adanya bahaya.
5. Apakah cacing yang berbeda spesiesnya dengan cacing penghasil cairan mukus atau selom memberikan respon yang sama dengan cacing yang spesiesnya sama dengan cacing penghasil cairan mukus atau selom? Berikan alasan serta jawaban yang saudara berikan?
Jawab: jika menggunakan cairan mukus semua spesies cacing memberikan respon positif sedangkan cairan selom respon semua cacing negatif.
Daftar rujukan
Agustinus, M. Dedi. 2009. Tingkah Laku Cacing Tanah (http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/27/tingkah-laku-cacing- tanah/) Online. Diakses pada tanggal 20 September 2010.
Anonim a. 2010. Cacing tanah (http://id.wikipedia.org/wiki/Cacing_tanah). Online. Diakses pada tanggal 20 September 2010.
Anonim b. 2010. Coelom. (http://en.wikipedia.org/wiki/Coelom.) Online. Diakses pada tanggal 20 September 2010.
Kastawi, Yusuf. 2003. Zoologi Avertebrata. Malang: FMIPA UM.
Riyanto, Sugeng. 2005. Filum Annelida. (Online), (http://www.ziddu.com/download/3144228/filum Annelida.doc.html, diakses tanggal 19 September 2010.
Susilowati, Rahayu Sofia Ery. 2007. Petunjuk Kegiatan Praktikum Tingkah Laku Hewan. Malang: FMIPA UM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar